BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh
diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD
1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai
“kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang
dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar
(konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan
sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis
dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan
konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi
suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen
bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945.
Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang
melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan
suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu.
Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah
merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi
pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan
pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan
kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan
dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat
dikatakan lebih baik dan sempurna.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian konstitusi ?
2.
Apa
saja istilah konstitusi ?
3.
Apa
saja sifat dan fungsi konstitusi ?
4.
Apa
tujuan konstitusi ?
5.
Bagaimana
pentingnya konstitusi dalam negara ?
6.
Bagaimana
perubahan konstitusi di Indonesia ?
7.
Bagaimana
sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia ?
8.
Bagaimana
klasifikasi konstitusi ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian konstitusi ?
2.
Untuk
mengetahui istilah konstitusi ?
3.
Untuk
mengetahui sifat dan fungsi konstitusi ?
4.
Untuk
mengetahui tujuan konstitusi ?
5.
Untuk
mengetahui pentingnya konstitusi dalam negara ?
6.
Untuk
mengetahui perubahan konstitusi di Indonesia ?
7.
Untuk
mengetahui sejarah lahirnya konstitusi di Indonesia ?
8.
Untuk
mengetahui klasifikasi konstitusi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) –
constitutie (Bhs. Belanda) – constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk,
menyusun, menyatakan. Dalam bahasa Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau
disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar
susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan
keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan
untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut
ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak
tertulis berupa konvensi. Dalam konsep dasar konstitusi, pengertian konstitusi:
1)
Kontitusi
itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti membentuk.
2)
Dalam
bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume” berarti
bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri atau
mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.
3)
Dalam
istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang lebih luas
dan undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari
peraturn-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam
suatu masyarakat.
4)
Dalam
terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS
yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame
anggota masyarakat dalam sebuah Negara.
5)
Menurut
pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka
masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan
kata lain konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur
kekuasaan pemerintahan, hak-hak rakyat dan hubungan diantara keduanya.
Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian,
yaitu:
Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi
berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti
halnya hukum pada umumnya, hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis
atau tidak tertulis atau dapat pula campuran dari dua unsur tersebut. Sebagai
hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak
tertulis / Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat :
a.
Merupakan
kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan Negara
b.
Tidak
beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-undang Dasar dan bearjalan
sejajar.
c.
Diterima
oleh rakyat negara.Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan
dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar. Konstitusi sebagiai hukum
dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan bernegara,
yang masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu dijabarkan lebih
lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti
piagam dasar atau UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan
dasar negara. Contohnya adalah UUD 1945.
Sesungguhnya pengertian konstitusi berbeda dengan Undang Undang
Dasar, hal tersebut dapat dikaji dari pendapat L.J. Apeldorn dan Herman Heller.
Menurut Apeldorn, konstitusi tidaklah sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar hanyalah
sebatas hukum yang tertulis, sedangkan konstitusi di samping memuat hukum dasar
yang tertulis juga mencakup hukum dasar yang tidak tertulis.
Adapun menurut Herman Heller, konstitusi mencakup tiga pengertian,
yaitu:
v Die politische verfassung als gesselchaffliche wirklichkeit, yaitu
konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai
suatu kewajiban.
v Die verselbstandigte rechtverfassung, yaitu mencari unsur-unsur
hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat tersebut untuk dihadirkan
sebagai suatu kaidah hukum.
v Die geschriebene verfassung, yaitu menuliskan konstitusi dalam
suatu naskah sebagai peraturan perundangan yang tertinggi derajatnya dan
berlaku dalam suatu negara.
Konstitusi sebagai hukum dasar berisi aturan-aturan dasar atau
pokok-pokok penyelenggaraan negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum.
B.
Istilah Konstitusi
Istilah konstitusi secara umum menggambarkan keseluruhan sistem
ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk
mengatur atau memerintah negara, peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis
dan ada yang tidak tertulis.
Sehubungan dengan konstitusi ini para sarjana dan Ilmuan Hukum Tata
Negara terjadi perbedaan pendapat:
1.
Kelompok
yang menyamakan konstitusi dengan undang-undang;
2.
Kelompok
yang membedakan konstitusi dengan undang-undang.
Menurut paham Herman Heller, konstitusi mempunyai arti yang lebih
luas dari undang-undang. Dia membagi konstitusi dalam tiga pengertian antara
lain:
a.
Konstitusi
mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die
Polotiche Verfasung Als Gesellchaftliche)
b.
Unsur-unsur
hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat dijadikan sebagai suatu
kesatuan hukum dan tugas mencari unsur-unsur hukum ” Abstraksi ”.
c.
Ditulis
dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi dan berlaku dalam suatu
negara.
Menurut Lord Bryce, terdapat empat motif timbulnya konstitusi :
1.
Adanya
keinginan anggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang mungkin terancam
dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa;
2.
Adanya
keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan harapan untuk
menjamin rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan
tertentu;
3.
Adanya
keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara
penyelenggaraan ketatanegaraan;
4.
Adanya
keinginan untuk menjamin kerja sama yang efektif antar negara bagian.
C.
Sifat dan Fungsi Konstitusi
Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan rigit
(kaku). Konstitusi negara memiliki sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi
itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan jaman
/dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan rigit / kaku
apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.
Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah
sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang. Pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang
diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan
dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan
untuk memerintah itu tidak disalahgunakan.
Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara akan terlindungi.
Sesuai dengan istilah konstitusi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang diarti
kan sebagai:
1)
Segala
ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan;
2)
Undang-undang
Dasar suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi merupakan
tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi
penyelenggara negara. Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan
strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi
tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah
perjuangan para pendahulu sekaligus memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh
pendiri negara ( the founding fathers
). Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam
mengemudikan negara menuju tujuannya.
D.
Tujuan Konstitusi
Secara garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan
sewenang-wenangpemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan
menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sehingga pada hakekatnya
tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusionalisme yang
berate pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah diastu pihak dan jaminan
terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang
pemerintah dan menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan
kekuasan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan
perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan
terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga
negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
Sedangkan, menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat
Steenbeck, menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi,
yaitu:
1.
Jaminan
hak-hak manusia;
2.
Susunan
ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3.
Pembagian
dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi
meliputi:
1.
Anatomi
kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2.
Jaminan
dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3.
Peradilan
yang bebas dan mandiri.
4.
Pertanggungjawaban
kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan
rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi di atas merupakan dasar utama dari
suatu pemerintah yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara
atau pemerintah disebut demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya.
Sekalipun konstitusinya telah menetapkan aturan dan prinsip-prinsip diatas,
jika tidak diimplementasikan dalam praktik penyelenggaraan tata pemerintahan,
ia belum bisa dikatakan sebagai negara yang konstitusional atau menganut paham
konstitusi demokrasi.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tujuan, yaitu :
1.
Konstitusi
bertujuan untuk memberikan pembatasan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap
kekuasaan politik;
2.
Konstitusi
bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri;
3.
Konstitusi
berjuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya.
E.
Pentingnya Konstitusi Dalam
Negara
Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara
tidak mungkin terbentuk, maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial
dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Negara dan konstitusi merupakan
lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dr. A. Hamid S.
Attamimi, dalam disertasinya berpendapat tentang pentingnya suatu konstitusi
atau Undang-undang Dasar adalah sebagai pegangan dan pemberi batas, sekaligus
tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pemahaman di atas, Struycken dalam bukunya Net
Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlanden menyatakan bahwa konstitusi
merupakan barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti
sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh
the founding father, serta memberi arahan kepada generasi penerus bangsa dalam
mengemudikan suatu negara yang akan dipimpin. Semua agenda penting kenegaraan
ini tercover dalam konstitusi, sehingga benarlah kalau konstitusi merupakan cabang
yang utama dalam studi ilmu hukum tata negara.
Pada sisi lain, eksistensi suatu ”negara” yang diisyaratkan oleh A.
G. Pringgodigdo, baru riel ada kalau telah memenuhi empat unsur, yaitu:
1)
Memenuhi
unsur pemerintahan yang berdaulat,
2)
Wilayah
Tertentu
3)
Rakyat
yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
4)
Pengakuan
dari negara-negara lain.
Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukup
menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum
dasar yang mengaturnya. Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah konstitusi atau
Undang-Undang Dasar.
Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi dari dua segi.
Pertama, dari segi sisi (naar de Inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari
struktur dan memuat fungsi negara. Kedua, dari segi bentuk (Naar de Maker) oleh
karena yang memuat konstitusi bukan sembarangan orang atau lembaga. Mungkin
bisa dilakukan oleh raja, raja dengan rakyatnya, badan konstituante atau
lembaga diktator.
Pada sudut pandang yang kedua ini, K. C. Wheare menggkaitkan
pentingnya konstitusi dengan peraturan hukum dalam arti sempit, dimana
konstitusi dibuat oleh badan yang mempunyai ”wewenang hukum” yaitu sebuah badan
yang diakui sah untuk memberikan kekuatan hukum pada konstitusi.
F.
Perubahan Konstitusi di
Negara Indonesia
Dalam UUD 1945 menyediakan satu pasal yang berkenaan dengan
caraperubahan UUD, yaitu pasal 37 yang menyebutkan:
v Untuk mengubah UUD sekurang-kuranngnya 2/3 daripada anggota MPR
harus hadir;
v Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah
angggota yang hadir.
Pasal 37 tersebut mengandung tiga norma, yaitu:
v Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga
tertinggi negara;
v Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang dipenuhi sekurang-kurangnya
adalh 2/3 dari sejumlah anggota MPR;
v Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui
oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Jika dihadapkan pada klasifikasi yang disampaikan KC. Wheare,
merupakan bentuk konstitusi bersifat “tegar”, karena selain tata cara
perubahannya tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya prosedur khusus.
Menurut KC. Wheare, tingkat kesulitan perubahan-perubahan konstitusi memilki
motif-motif tersendiri yaitu:
1.
Agar
perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara
serampangan dan dengan sadar (dikehendaki);
2.
Agar
rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan
dilakukan;
3.
Agar
hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau
kebudayaanya mendapat jaminan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau
Undang-undang Dasar 1945 yang diberlakukan di Indonesia, telah mengalami
perubahan-perubahan dan masa berlakunya di Indonesia, yakni dengan rincian
sebagai berikut:
1.
Undang-undang
dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
2.
Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
3.
Undang-undang
Dasar Semntara Rrepublik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 - 5Juli 1959);
4.
Undang-undang
Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999);
5.
Undang-undang
Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);
6.
Undang-undang
Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 Nopember 2001);
7.
Undang-undang
Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 Nopember 2001 - 10 Agustus 2002);
8.
Undang_undang
Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).
G.
Sejarah Lahirnya Konstitusi Di
Indonesia
Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei
1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam bahasa Jepang yang
beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil
dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa,3 orang dari
Sumatra, dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.
BPUPKI ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor 23 bersamaan dengan
ultah Tenno Heika pada tanggal 29 April 1945.
BPUPKI menentukan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi
Indonesia merdeka yang dikenal dengan nama UUD 1945. tokoh-tokoh perumusnya
antara lain Dr.Rajman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadi Koesemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran purboyo, Pangeran Soerjohamindjojo dan lain-lain.
UUD 1945 dibentuk untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia di kemudian hari. Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah
konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus
dirumuskan sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdaulat.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali
dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1.
Menetapkan
dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan Undang
– Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
2.
Menetapkan
dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang
disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
3.
Memilih
ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.
4.
Pekerjaan
presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia(Komite Nasional).
Dengan terpilihnya atas dasar UUD 1945 ,maka secara formal
Indonesia sempurna menjadi sebuah Negara, sebab syarat – syarat yang lazim
diperlukan oleh setiap Negara telah ada, yaitu adanya :
1.
Rakyat.
2.
Wilayah.
3.
Kedaulatan.
4.
Pemerintahan
5.
Tujuan
Negara.
6.
Bentuk
Negara
Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama
dikenal yaitu sejak zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum (semacam
kitab hokum pada 624 – 404 SM) sehingga, sebagai Negara hokum Indonesia
memiliki konstitusi yang dikenal sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak 29
Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia (BPUPKU) yang mana tugas pokok badan ini sebenarnya
menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya berjalan berkepanjangan
khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara. Diakhir sidang I
BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia sembilang, panitia
ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui
sebuah naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI
tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada
tanggal 16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan
UUD dan membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
beranggotakan 21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara republic Indonesia
diatukan ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan
demikian sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah
memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami
beberapa kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya,
yaitu :
1)
UUD
1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949.
2)
Konstitusi
republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS (17
Desember 1949 – 17 Agustus 1950).
3)
UUD
1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).
4)
UUD
1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan
masa berlakunya sejak dekrit presiden 05 Juli 1959 – Sekarang.
H.
Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Konstitusi
tertulis dan tidak tertulis
1)
Konstitusi
tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang dapat dijumpai pada
sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi
dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi proses
undang-undang biasa untuk mengembangkan konstitusi itu sendiri dalam
aturan-aturang yang sudah disiapkan.
2)
Konstitusi
tidak tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang
misalnya dalam penentuan Qourum, Amandemen, Referendum dan konvensi.
b.
Konstitusi
Fleksibel dan Konstitusi Kaku
1)
Ciri-ciri
konstitusi fleksibel yaitu
a.
Elastic
b.
Diumumkan
dan diubah dengan cara yang sama.
2)
Ciri-ciri
konstitusi yang kaku
a.
Mempunyai
kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain.
b.
Hanya
dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.
c.
Konstitusi
derajat tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggi
1)
Konstitusi
derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling
tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain.
2)
Konstitusi
tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta
derajat.
d.
Konstitusi
serikat dan konstitusi kesatuan
1)
Jika
bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian kekuasaan
antara pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian.
2)
Dalam
Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya
terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
e.
Konstitusi
system pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan
parlementer.
f.
Konstitusi
yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial dapat
diklasifikasikan kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu pula
sebaliknya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1.
Konstitusi
dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar.
2.
Konstitusi
dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi
3.
Dalam
praktiknya, konstitusi dustur terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis
(undang-undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan
konvensi.
4.
Konstitusi
merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga
Negara.
5.
Konstitusi
sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam
mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara.
DAFTAR PUSTAKA
v Anwar, Chairul. 1999. Konstitusi dan kelembagaan Negara. Jakarta:
CV. Novindo Pustaka Mandiri.
v Daud, Abu Busroh dan Abubakar Busro. 1983. Asas-asas Hukum Tata
Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.
v Kusnardi, Moh. et.ai., 2000. Ilmu Negara. Jakarta:Gaya Media
Pratama.
v Lubis, M. Solly. 1982. Asas-asas Hukum Tata Negara. Bandung:
Alumni.
v Thaib, Dahlan,et.al. 2001. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
v Ubaidillah, Ahmad, et.al. 2000. Pendidikan Kewargaan (Civic
Education): Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.
v http://id.wikipedia.org/wiki/konstitusi. Diakses : 16 Februari 2014
v http://marsaja/wordpress.com/konstitusidiindonesia. Diakses : 18
Februari 2014
v http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi. Diakses : 17
Februari 2014
0 komentar:
Posting Komentar