1. Pengertian Metode
Menurut bahasa (etimologi), metode
berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu
ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu
kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
2. Pengertian
Metodologi
Menurut istilah“metodologi” berasal dari bahasa yunani
yakni metodhos dan logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang
berkaitan dengan upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos berarti ilmu
pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah metode
atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian[1].
Metodologi adalah masalah yang
sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu, metode kognitif yang betul untuk
mencari kebenaran adalah lebih penting dari filsafat, sains, atau hanya
mempunyai bakat.[2]
Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah-
langkah yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
3. Ragam
Metodologi Studi Islam
Istilah metodologi studi islam digunakan
ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa
digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative,
historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam
mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya
juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari
secara teoritis bukan praktis.
Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat
dengan asumsi dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat.
Setaelah itu pemahaman yang telah menjadi input bagi kaum orentalis diambil
sebagai dasar kebijakan oleh penguasa kolonial yang tentunya lebih
menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil studi
ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para
penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan
mempertimbangkan budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat
kekuatan social, masyarakat terjajah sesuai dengan kepentingan dan
keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, dunia islam mulai bangkit memalui
para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini munculah gagasan agar
umat islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama
sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1.
Agama
sebagai doktrin ajaran Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan
diterima apa adanya.[3]
Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran.
Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina;, yang berarti
yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain kata doctrine sebgaimana
disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang berarti yang bersifat
teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas
ini berrati gagasan yang tidak praktis.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu
wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam
lisa`adati al-dunya wa al-akhirah” (Islam adalah wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat)[4].
2.
Sebagai gejala budaya
Yang berarti seluruh yang menjadi
kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap
doktrin agamanya. Pada awalnya ilmu hanya ada dua Suatu penemuan
yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat
dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam,
tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak
dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam
mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi
ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua
kemungkinan. Pertama adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah, an
memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang diwarnai oleh kebudayaan.
Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas kebudayaan
atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul
muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas
Islam yang kuat mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada
kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded
alashlah, artinya: memelihara pada produk budaya lama yang baik dan
mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
3. Sebagai
interaksi social
yaitu realitas umat Islam.Bila islam
dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga
sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas
kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi
hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan manusia, dan dengan itu pula
agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena kehidupan manusia.[5]
M.
Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam
mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau
naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para
penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku
dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga
dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat,
alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul,
seperti NU dan lain-lain.[6]
0 komentar:
Posting Komentar