Kemiskinan merupakan bukanlah hal baru bagi di tengah diri kita di
dalam masyarakat. Kemiskinan merupakan suatu hal yang harus kita cegah yang
dimana kemiskinan bisa membuat seseorang menggadaikan agama hanya untuk
mendapatkan sesuap nasi untuk bisa makan bersama keluarga dan sanak saudaranya.
Angka kemiskinan di indonesia sampai sekarang saat ini masih sangat
tinggi di bandingkan negara-negara yang sudah mampu bisa menurunkan angka
kemiskinan di negaranya. Memang kemiskinan sangat susah untuk diatasi tetapi
sedikit demi sedikit kemiskinan dapat di tanggulangi bukan hanya pemerintah
tetapi oleh kita sebagai masyarakat biasa yang eduli kepada orang yang menengah
kebawah.
Faktor penyebab kemiskinan segelintir orang tersebut adalah
misalnya seperti moral, keturunan, keluarga, lingkungan, pendidikan, sosial,
kesehatan yang menyebabkan mereka terpisah dari kesejahteraan umum. Dan juga
kemiskinan tersebut disebabkan oleh sifat pemerintahan dan sistem ekonomi yang
tidak efektif, tidak teratur, korup, dan tidak mampu dalam melaksanakan
pemerintahan. Marquis de Conderect yang mengatakan bahwa kemiskinan dan
kesengsaraan masyarakat bukan disebabkan ketaatan manusia, melainkan oleh
lembaga masyrakat yang mempersulit hidup manusia.
Secara garis besar kemiskinan tersebut dilakukan oleh manusia itu
tersendiri yang di mana mereka untuk diajak untuk mengembangkan suatu
potensinya mereka tidak mempunyai semangat untuk berubah atau sebaliknya tidak
ada dorongan dan dukungan oleh orang yang lebih atas dari mereka.
Kemiskinan dipandang dari sudut agama yang dimana menurut pandangan
Al-Qur’an dan As-Sunah yang dimana contoh sabda Nabi Muhammad SAW yang
merupakan dampak negatif kemiskinan tersebut merupakan jalan bagi orang tersebut
ke arah kekafiran dan bisa menjerumuskan orang pada kekufuran dan murtad
(keluar dari Islam). Seperti itulah masalah-masalah yang merupakan ajaran para
Nabi terdahulu seperti yang telah di jelaskan oleh firman Allah SWT QS.
Al-Anbiya [21]:30 yang artinya “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan Kami wahyukan
kepada mereka mengajarkan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al-Anbiya [21]:30).
Dari ayat tersebut bahwa menjelaskan bahwa kita bagaimana menunaikan zakat yang
dimana erat kaitannya dengan kemiskinan.
Kemiskinan merupakan bukanlah suatu takdir yang ditentukan oleh
Allah SWT. Seperti yang telah diperintahkan oleh Al-Qur’an kepada kita umat
manusia untuk terus berusaha: “Allah itulah yang berbuat bumi untukmu guna
ditundukkan. Maka berjalanlah di segenap penjuru bumi dan makanlah dari rezeki
Tuhan”. (QS. Al-Mulk [67]:15). Dan salah satu keluar dari lingkaran kemiskinan
adalah dengan bekerja keras. Ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi banyak
memberikan motivasi kerja keras. Bekerja adalah faktor dominan dalam
menciptakan kemakmuran dan memerangi kemiskinan. Terdapat di salah satu ayat
yang menyatakan: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu
di bumi dan carilah karunia Allah.” (QS. Al-Jum’ah:10). Dan juga Nabi
Muhammad SAW dalam sabdanya menyatakan: “Merantaulah kalian, niscaya kalian
akan menjadi kaya” (HR. Imam Thabrani). “Tangan yang diatas (suka
memberi) adalah lebih baik daripada tangan yang dibawah (suka diberi)” (HR.
Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Islam telah menetapkan jaminan sosial sebagai suatu hak warga tanpa
alasan, Baitul-Mal (tempat penyimpanan harta negara) itulah yang menanggung
segala keperluan untuk jaminan tersebut, seperti: memelihara keluarga-keluarga
dekat, ganti rugi, atau kafarat dan langkah-langkah lain yang
dimaksudkan untuk mengkokohkan solidaritas sosial, untuk membiayai
kesejahteraan masyarakat, dan juga lembaga Baitul-Mal menarik dana dari
berbagai sumber yang terpenting diantaranya zakat.
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial
islam. Zakat ini bukanlah derma maupun sedekah, tetapi sebuah iuran wajib bagi
orang yang mampu. Ada anggapan bahwa mulanya zakat diberikan secara suka rela
tetapi zakat menjadi wajib dengan tumbuhnya negara islam untuk menolong fakir
miskin yang bertambah banyak akibat ditinggal pejuang penegak agama yang telah
gugur di medan perang.
Di dalam ilmu sosial, zakat dinyatakan “Tumbuh untuk mempersamakan
dan mempererat tali saudarakan umat manusia dalam masyarakat kemanusiaan yang
satu yang berwujud pengorbanan benda bagi hidup tolong-menolong dengan takwa
kepada Allah SWT. Ia menduduki fungsi hidup yang harmonis dalam budi dan produksi,
dalam sirkulasi pembagian rezeki bagi sesama manusia.
Kemiskinan bukan nasib dan takdir yang tak dapat dihindari. Tetapi
kemiskinan yang terjadi adalah akibat ulah dan sikap diri manusia itu sendiri,
akibat perilaku kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Cara untuk
mengatasi kemiskinan adalah bukan dengan cara di perangi tetapi dengan cara di
atasi yang menggunakan cara model implementasi sehingga kemiskinan dapat
diatasi melalui pemberdayaan masyarakat, bagaimana membantu mereka, bagaimana
membantu dirinya, membantu kelompoknya sendiri untuk keluar dari garis
kemiskinan.
Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan adalah diantaranya dar
faktor internal yang di antaranya:
1.
Fisik
(cacat, kurang gizi, sakit-sakitan dan sebagainya).
2.
Intelektual
(kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangan informasi dan sebagainya).
3.
Mental
emosional (malas, menyerah, putus asa, temperamental dan sebagainya).
4.
Spiritual
(tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin dan sebangainya).
5.
Sosial
psikologis (kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi,
kurang mampu mencari dukungan dan sebagainya).
6.
Keterampilan
(misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan
kerja).
7.
Asset
(tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan
dan modal kerja).
Faktor-faktor terjadi kemiskinan juga bisa dari faktor eksternal
atau faktor yang timbul dari luar misalnya:
1.
Terbatasnya
pelayanan sosial dasar.
2.
Tidak
dilindunginya hak atas kepemilikan rumah.
3.
Terbatasnya
lapangan kerja formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.
4.
Kebijakan
perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung
sektor usaha mikro.
5.
Belum
terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat
banyak.
6.
Sistem
mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal (seperti
zakat dan lain-lain).
7.
Dampak
sosial negatif dan program penyesuaian struktural (Structural Adjusment
Program/SAP).
8.
Budaya
yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
9.
Kondisi
geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana.
10. Pembangunan yang bersifat fisik material.
11. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
12. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
13. Dan lain-lain.
Hakikat pembangunan masyarakat adalah community base development
atau pembangunan dari bawah (bottom up). Pembedayaan masyarakat
adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered,
participatory, empowering, and sustainable.”
Pemberdayaan masyarakat amat erat dengan kaitannya dengan
pemantapan, pembudayaan dan pengalaman demokrasi. Friedman (1992) menyatakan “The
empowerment approach, which is fundamental to an alternative development,
pleaces the emphasis on autonomy in the decision-marking of territorially
organized communities, local self-reliance (but not autarchy), direct
(participatory) democracy, and experiential social learning”.
Bentuk-bentuk pemberdayaan berdasarkan tipologi desa miskin
diantaranya salah satu namanya adalah “Desa rumah satu lampu”. Dalam
rangka mengentaskan masyarakat desa rumah lampu dari kemiskinan tidak ada cara
lain kecuali dengan upaya “memperbanyak lampu baru” atau memperbesar nyala satu
lampu yang sudah mereka miliki. Namun demikian selama masyarakat belum merasa
perlu, memperbesar atau memperbanyak lampu keluarganya, maka upaya tersebut
akan sia-sia belaka. Dengan demikian, proyek yang dibutuhkan adalah proyek
penyadaran diri dan proyek pendukung gagasan masyarakat dalam memperbanyak atau
memperbesar lampu keluarganya.
Di samping itu juga program pemerintah dalammengentaskan kemiskinan
adalah “Menggagas Santri Bina Desa (SANBIDES)”. Dalam konteks pembangunan,
pesantren seringkali diasumsikan sebagai agen perubahan sosial, atau pusat
pembaharuan masyarakat. Santri sebagai SDM utama pesantren, sangat potensial
untuk dapat menggerakkan misi pesantren, bukan saja misi keagamaan, melainkan
juga peran sosial untu kepentingan pembangunan.
Posisi santri yang demikian
penting itu jika dimanfaatkan untuk ikut ambi bagian dalam upaya pembangunan
lingkungan masyarakat desa melalui pendekatan agama dengan santri sebagai
tenaga intinya. Maka gagasan tersebut sangan menjajikan suatu sukses besar
dalam pembangunan.
Sebelum dilaksanakan kegiatan SANBIDES, terlebih dahulu disusun
langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
a.
Mengadakan
pelatihan. Dalam pelatihan ini, para santri selain diberi pembekalan juga
dibentuk dan dipilih ketua regunya untuk masing-masing kabupaten, yang
melibatkan 3 santri untuk diterjunkan pada setiap desa.
b.
Penentuan
desa sebagai lokasi atau objek SANBIDES, dengan mengutamakan terlebih dahulu
kriteria desa tertinggal untuk diperbaiki kesehatan lingkungan.
Fasilitas yang didapat santri selama kegiatan SANBIDES antara lain:
a.
Pakaian
kerja, yang terdiri dari kaos, jungle pet, tas, perlengkapan untuk mandi dan
sholat.
b.
Perlengkapan
kerja seperti cangkul, singkup, balincong, peralatan kayu, peralatan tembok,
dan cetakan kloset yang selanjutnya barang-barang tersebut sebagai inventaris
Pemerintah Daerah untuk digunakan pada SANBIDES lebih lanjut.
c.
Konsumsi.
d.
Akomodasi
dirumah-rumah penduduk, atau ditenda, transportasi, baik untuk kegiatan maupun
untuk pulang kembali ke pesantren masing-masing.
Kerangka pemikiran kegiatan SANBIDES ini adalah bahwa pembangunan
kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta
kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat, serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan
pentingnya hidup sehat. Melalui program SANBIDES ini diharapkan upaya
percepatan dan pemerataan pembangunan di bidang kesehatan lingkungan masyarakat
dapat segera terwujud.
Dalam teknis pelaksanaannya santri sebagai pelaksana langsung
kegiatan ini, mereka dibantu oleh masyarakat setempat yang dikoordinasi oleh
kepala desa setempat dengan seorang wakilnya dari pihak santri, sehingga
hubungan fungsional antara santri dan kepala desa itu akan melahirkan sinerji
yang dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan desa.
Adapun jadwal kegiatan
SANBIDES ini adalah sebagai berikut:
a.
Satu
hari digunakan untuk pemberangkatan, pembukaan dan penyerahan ke desa yang di
tuju dan penyerahan ke desa yang dituju dan orientasi lapangan.
b.
Berikutnya
digunakan pelaksanaan kegiatan yang meliputi kegiatan-kegiatan:
·
Siang
hari: pembuatan kakus, lantainisasi rumah penduduk, penataan kebersihan dan
kesehatan lingkunga, penataan aliran-aliran air, comberan, solokan, penataan
pagar-pagar rumah dan jalan/gang.
·
Malam
hari: penyuluhan sosial dan keagamaan, yaitu mengadakan pengajian-pengajian,
dengan para santri sebagai penceramahnya.
Kegiatan
dalam pengajian tersebut, tidak saja berupa pengajian, melainkan juga diisi
dengan acara diskusi, seperti santri berdiskusi dengan para anggota Karang
Taruna untuk membahas tema tertentu.
c.
Hari
terakhir digunakan untuk perpisahan dengan warga, penutupan dan selanjutnya
para santri pulang ke pesantren masing-masing.
Dalam kegiatan perpisahan, para santri melalui ketua regunya,
melaporkan evaluasi atas pelaksanaan SANBIDES, meski secara sederhana sehingga
merupakan rekomendasi pembangunan baik mengenai beberapa masalah sosial
kemasyarakatan desa pada umumnya, maupun kegiatan SANBIDES pada khususnya.
Dengan demikian, gagasan Santri Bina
Desa atau SANBIDES adalah sebagai salah satu upaya mengaktifkan keterlibatan
semua pihak dalam membangun desa dengan pertimbangan pemikiran:
1.
Dilatarbelakangi
sosial masyarakat pedesaan yang sarat dengan nilai-nilai agama dan kehadiran
santri dalam kegiatan SANBIDES itu mampu membina hubungan fungsional
kelembagaan pesantren dengan masyarakat dimana santri bertugas, sehingga
kehadiran mereka memunculkan gairah membangun pada masyarakat dan sekitarnya.
2.
Melalui
pendayaan gunaan SDM pesantren (santri) sebagai instrumen pembangunan, dianggap
mampu berperan sebagai kekuatan penggerak pembangunan.
3.
Konsolidasi
dan kerjasama antara pesantren dan pemerintah dalam usaha peningkatan dan
pengembangan masyarakat desa, baik itu berupa penanganan ketimpangan
sosial-ekonomi maupun peningkatan mental spiritula, tampaknya merupakan
alternatif yang paling efektif untuk ditempuh dalam upaya mencapai keberhasilan
yang memuaskan. Lebih dari itu, program pembangunan yang dilaksanakan melalui
bahasa dan pintu agama menjadi kunci keberhasilan kegiatan itu.
Model
penanganan pembangunan masyarakat desa seperti program SANBIDES ini tampaknya
yang paling ideal untuk ditindaklanjuti pada masa yang akan datang. Karena
dalam kegiatan SANBIDES hampir semua unsur yang ada ikut terlibat, sehingga
tercipta unsur-unsur positif dimasyarakat desa yang dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan, seperti kegotong-royongan, kekeluargaan dan solidaritas sosial
diantara sesama penduduk.
0 komentar:
Posting Komentar